no fucking license
Bookmark

Ormas atau Preman? Keresahan Warga yang Tak Lagi Percaya Atribut


Ketika Ormas Dicap Preman: Keresahan Saya sebagai Warga Biasa

Organisasi kemasyarakatan atau ormas, sejatinya dibentuk untuk menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah, memperjuangkan hak-hak warga, serta menjadi garda terdepan dalam menjaga keadilan sosial. Tapi akhir-akhir ini, saya justru merasa resah melihat bagaimana sebagian ormas berubah wajah. Bukan lagi sebagai pelindung rakyat, tapi malah membuat masyarakat merasa takut, terintimidasi, bahkan terancam. Maraknya ormas yang dicap sebagai preman bukan isapan jempol—itu kenyataan yang banyak dari kita rasakan, dengar, bahkan saksikan sendiri.



Ketika Atribut Ormas Menjadi Tameng Kekuasaan

Menurut saya, keresahan ini makin membesar karena sebagian ormas menggunakan atribut mereka seperti seragam, logo, dan bendera, seolah itu adalah simbol kekuasaan. Mereka masuk ke wilayah-wilayah usaha, proyek pemerintah, atau kegiatan masyarakat, bukan untuk membantu, tapi untuk menuntut bagian, memaksa jatah, atau bahkan memeras dengan dalih 'keamanan wilayah'. Masyarakat pun tak punya pilihan selain mengikuti karena takut konflik atau balasan. Aksi ini sudah tidak bisa lagi disebut advokasi—ini premanisme.

Ironisnya, semua dilakukan atas nama organisasi. Padahal, nilai-nilai dasar ormas adalah pengabdian, pelayanan, dan kepedulian. Ketika itu berubah jadi alat tekan, saya rasa ormas seperti itu telah kehilangan arah.

Lemahnya Tindakan Hukum: Negara Seolah Takut?

Lebih menyakitkan lagi, kadang aksi semacam ini dibiarkan. Mungkin karena mereka punya massa besar, atau dianggap punya kedekatan dengan pihak tertentu. Tapi yang jelas, hukum jadi terlihat tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Saya tidak ingin menuduh, tapi sebagai warga biasa, saya bertanya-tanya: mengapa tindakan ormas semacam ini sering tidak diproses secara tegas? Bukankah hukum seharusnya adil dan netral?

Jika negara tidak hadir secara tegas dalam persoalan seperti ini, wibawanya akan terus menurun. Rakyat akan semakin merasa harus menyelesaikan masalah sendiri—dan ini berbahaya. Kita bisa jatuh pada situasi di mana hukum rimba lebih dipercaya daripada hukum negara.

Citra Ormas Baik Ikut Tercoreng

Saya juga menyadari bahwa tidak semua ormas seperti itu. Banyak ormas yang bekerja dengan hati, membela masyarakat tertindas, memberikan pendidikan gratis, dan aktif dalam kegiatan sosial. Tapi karena ulah sebagian ormas yang menyimpang, citra ormas-ormas baik ini jadi ikut tercoreng. Ini tidak adil.

Saya khawatir, jika ini terus dibiarkan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap semua bentuk organisasi kemasyarakatan. Yang rugi bukan hanya ormas itu sendiri, tapi juga rakyat yang seharusnya mendapat manfaat dari keberadaan mereka.

Sudah Saatnya Negara Tegas

Menurut saya, sudah waktunya negara bertindak. Ormas-ormas yang terbukti melakukan intimidasi, pemerasan, atau praktik premanisme harus ditindak tanpa pandang bulu. Kalau perlu, izinnya dicabut, pengurusnya diproses hukum, dan praktik semacam ini dibuka secara transparan di depan publik. Kita tidak bisa lagi hanya menunggu sampai korban jatuh, atau masalah jadi viral, baru bertindak.

Ormas yang baik perlu dibina, diberi ruang, dan diberi panggung untuk menunjukkan kerja sosial yang nyata. Tapi ormas yang menyimpang perlu dikoreksi. Jika tidak, kita sedang membiarkan kejahatan berseragam berjalan di tengah masyarakat.

Saya Ingin Merasa Aman

Sebagai warga biasa, saya tidak minta banyak. Saya hanya ingin hidup tenang, menjalankan usaha kecil tanpa intimidasi, berkegiatan sosial tanpa rasa takut, dan percaya bahwa ketika ada yang mengganggu keamanan, negara akan hadir melindungi.

Tapi jika atribut ormas lebih ditakuti daripada seragam aparat hukum, bukankah itu tanda bahwa ada sesuatu yang salah di negeri ini?


Post a Comment

Post a Comment

Post a Comment